Pada Minggu, 15 Juni, Perpustakaan Universitas Sentral ‘Carol I’ (BCU) bikin gebrakan. Di ruang kreatif yang nggak kalah kreatif namanya, mereka meluncurkan sebuah platform refleksi bertema futuristik: ‘Magna Carta AI’. Tujuannya? Mencari tahu kontrak sosial macam apa yang dibutuhkan umat manusia (dan robot?) di era digital ini.
Menggali Inspirasi dari Sejarah: 810 Tahun Magna Carta
Acara ini digelar tepat saat peringatan 810 tahun Magna Carta asli—dokumen penting dalam sejarah hukum modern yang dulu ditandatangani Raja John dari Inggris (alias John Lackland, si raja dengan PR buruk). Magna Carta ini dikenal sebagai cikal bakal demokrasi dan pengakuan hak asasi manusia.
Fun fact: BCU punya hubungan historis juga, lho. Pada 2015, mereka menerima satu dari delapan salinan resmi dokumen asli, hadiah dari The Honourable Society of the Inner Temple, yang kemudian dipajang sampai tahun 2020.
Magna Carta Baru untuk Era Digital
Latar belakang peluncuran ini nggak lepas dari kekhawatiran terhadap dampak sosial-ekonomi AI. Eropa sendiri, lewat Komisi Eropa, sudah mewanti-wanti bahwa generative AI bisa mengubah segalanya—dari pasar kerja sampai etika.
Jadi, kenapa nggak sekalian bikin piagam yang ngatur “hubungan” kita dengan AI? Di sinilah lahir dua versi Magna Carta AI, hasil interaksi unik manusia dengan ChatGPT, masing-masing dengan persona berbeda: Sentinel dan Alma.
Dua Versi, Dua Perspektif
Versi pertama, yang dikembangkan dengan Sentinel, fokus pada simbiosis manusia-AI. Di dalamnya ada konsep seperti stabilitas sistemik, kedaulatan algoritma, efisiensi real-time, hingga hak AI untuk… sadar diri. Iya, beneran.
Versi kedua, Alma, tampil lebih humanis. Terdiri dari 10 prinsip, dokumen ini mengangkat nilai etika, transparansi, dan hak manusia untuk tahu kapan mereka ngobrol sama AI—bukan sama manusia berkostum AI.
AI Validation of Reading dan Masa Depan Literasi Digital
Di acara yang sama, BCU juga meluncurkan proyek VAIL (AI Validation of Reading). Proyek ini akan diluncurkan ke publik lewat festival Strada de C’Arte, dan merupakan upaya untuk tetap menjaga peran perpustakaan di zaman algoritma ini.
Sisi Seni dan Simbolisme
Acara ditutup dengan penampilan artistik dari Lizuca Bîgu, menambahkan sentuhan budaya ke diskusi teknologi yang berat tapi penting ini.
Pesan Penutup: Jangan Biarkan Algoritma Menulis Takdir Kita Sendiri
Menurut Direktur BCU, Prof. Mireille Rădoi, hari ini adalah pengingat bahwa seperti Magna Carta yang dulu membatasi kekuasaan raja, kini saatnya kita menentukan batas untuk AI. Bukan karena takut, tapi karena harapan bahwa manusia dan AI bisa hidup berdampingan—dengan manusia tetap jadi kapten kapal.