Mengklaim Hak Cipta atas Karya AI? Anda Bisa Dituntut. Inilah Kenapa

Di tengah lonjakan kreativitas berbasis kecerdasan buatan (AI), banyak yang tergoda untuk mengklaim kepemilikan atas musik, video, gambar, bahkan artikel yang dihasilkan oleh AI. Namun secara hukum, klaim ini bisa menjadi bumerang. Menurut hukum Nigeria dan sistem hukum global, karya yang dihasilkan AI tidak memenuhi syarat untuk dilindungi hak cipta.

Kenapa? Karena hukum hak cipta hanya berlaku untuk ciptaan manusia. AI tidak menciptakan, ia hanya menyusun ulang data yang sudah ada. Ini menjadikan output-nya secara hukum bersifat turunan dan tidak orisinal. Dalam konteks hukum Nigeria—khususnya Undang-Undang Hak Cipta 2022 Pasal 2(2)—dua hal mutlak harus ada: keaslian dan eksistensi dalam bentuk konkret.

AI generatif bekerja dengan menganalisis pola dari data yang sudah ada, termasuk karya berhak cipta. Ia tidak memiliki kapasitas bernalar, berkreasi, atau bertanggung jawab secara hukum. Oleh karena itu, hasil akhirnya tidak bisa dianggap sebagai ekspresi intelektual manusia. Inilah sebabnya mengapa pendaftaran hak cipta atas karya AI tidak sah meskipun secara administratif dapat dilakukan di beberapa lembaga.

Risiko Hukum yang Sangat Nyata

Kasus di North Carolina, AS, menjadi peringatan keras. Michael Smith menggunakan AI untuk menciptakan ratusan ribu lagu dan mengklaim royalti lebih dari $10 juta. Ia kini didakwa karena penipuan hak cipta dan pencurian kekayaan intelektual. Hal ini menunjukkan bahwa meski AI yang membuat, klaim kepemilikan atas konten itu justru menjerat manusianya secara hukum.

Kesalahan Smith bukan pada penggunaan AI-nya, tapi pada klaim kepemilikannya atas karya yang sebetulnya tidak diciptakannya sendiri.

Nigeria: Zona Abu-Abu Hukum AI

Meski belum memiliki regulasi eksplisit tentang AI, hukum Nigeria sebenarnya sudah cukup kuat untuk menangani klaim hak cipta yang salah arah. Misalnya, jika karya AI terbukti menggunakan unsur berhak cipta tanpa izin, maka klaim terhadap karya itu bisa dituntut berdasarkan pelanggaran hak cipta tradisional. Pelanggar tetap bisa dimintai pertanggungjawaban meskipun alatnya adalah mesin.

Kita sudah melihat contoh penggunaan AI di Nollywood, musik Afrobeats, bahkan dalam desain mode. Namun celah hukum bukan berarti kekebalan. Kreator, produser, dan penerbit konten berbasis AI harus sangat hati-hati, karena tanggung jawab hukum tetap berada di pundak manusia.

Fakta Penting yang Sering Disalahpahami

  • Pendaftaran hak cipta ≠ Kepemilikan sah: Pendaftaran hanyalah bukti administratif, bukan validasi keaslian.
  • AI tidak punya hak hukum: Karena tidak memiliki kehendak atau niat kreatif, AI tidak bisa menjadi pemegang hak.
  • Karya turunan tetap bisa melanggar hukum: Jika output AI berasal dari karya berhak cipta, maka output-nya tetap bisa melanggar hukum.
  • Klaim palsu = potensi litigasi: Anda bisa dituntut secara pidana dan perdata jika terbukti mencuri ekspresi orang lain.

Apakah Ada Jalan Tengah?

Ya, yaitu dengan memposisikan AI sebagai alat bantu, bukan pencipta utama. Jika manusia memberikan masukan kreatif yang substansial—seperti menyusun, mengedit, dan mengarahkan hasil AI dengan intensi yang jelas—maka sebagian besar sistem hukum mengizinkan klaim bersama atas karya tersebut. Tapi ini bukan jaminan. Tiap kasus akan dinilai berdasarkan sejauh mana kontribusi manusia dalam hasil akhirnya.

Kesimpulan: Anda Tidak Bisa Mengklaim Apa yang Tidak Anda Ciptakan

AI bukan manusia. Mesin tidak punya jiwa, niat, atau ekspresi artistik. Hukum hak cipta, baik di Nigeria, AS, atau Eropa, diciptakan untuk melindungi usaha intelektual manusia. Mengklaim AI sebagai sumber inspirasi sah mungkin bisa diterima. Tapi mengklaim kepemilikan penuh atas hasil yang dibuat mesin adalah pelanggaran hukum dan moral.

Jadi sebelum Anda mendaftarkan lagu, video, atau artikel AI ke lembaga hak cipta—tanyakan dulu: Apakah Anda benar-benar penciptanya?


Catatan: Artikel ini bersifat informatif dan bukan pengganti nasihat hukum. Untuk masalah spesifik, konsultasikan dengan pengacara kekayaan intelektual yang berlisensi.